Tulisan 2
Permasalahan Koperasi
Indonesia,Kesimpulan dan Daftar Pusataka
REVIEW :
PENGEMBANGAN KOPERASI INDONESIA:
SUATU ORIENTASI DARI KONDISI SOSIAL,
BUDAYA DAN
EKONOMI
DALAM RANGKA GLOBALISASI
OLEH :
Usman Moonti
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo
Volume 9, No.2, Juni 2012 ISSN 1693-9034
Berisi :
Permasalahan Koperasi Indonesia
Di Indonesia, kondisi koperasi tidak
menggembirakan. Di antara tiga
pelaku perekonomian, koperasi adalah sektor yang paling
memprihatinkan, lebih
blinik lagi Kasiyanto beranggapan bahwa koperasi sebagai
anak lemah inental.
Julukan seperti itu, sah-sah saja tetapi terapi yang
digunakan hendaknya tidak
dilakukan oleh semangat yang bermental lemah. Pembentukan
BUUD (Badan
Usaha Unit Desa), Koperasi Kredit (Kopdit) dan KUD
(Koperasi Unit Desa) yang
dipelopori oleh pemerintah dan LSM bukan membantu
masyarakat melainkan
mengganggu. Dosa yang paling besar yang dilakukan oleh
KUD yang sudah
memegang monopoli dipedesaan adalah sampai saat ini belum
dapat mengangkat
nilai tukar petani, paling sedikit sesuai dengan kenaikan
inflasi (lihat gambar 1).
Lebih kejam lagi, KUD menjadi ujung tombak pedagang
semakin memeras
petani.
Fenomena lain yang tidak perlu
dibuktikan secara empiris, adalah ketika
pemerintah menghimbau BUMN untuk membantu usaha kecil dan
Koperasi
bermunculanlah usaha-usaha fiktif dan koperasi dadakan
yang ingin
memanfaatkan dana tersebut sebagai suatu "rezeki
bersama". Masalah lain juga
muncul ketika pemerintah memberikan kredit usaha tani.
Departemen koperasi
(Depkop) diberi wewenang sebagai excecuting dengan kekuasaanya lebih leluasa
memberikan kredit kepada mereka yang meminta padahal
Depkop sendiri sebagai
pembina sekaligus sebagai pelaksana KUT. Minimnya
pengalaman dan perangkat
Depkop dalam penyaluran dan pemberian kredit menyebabkan
banyak kredit
yang diberikan tidak dapat dikembalikan (kredit macet)
Pemerintah mengalami kegagalan melalui program-program
jaring
pengaman sosial (JPS) yang ditujukan kepada penduduk
miskin koperasi dan
ekonomi rakyat. Keberpihakan pemerintah terhadap ekonomi
rakyat yang
tertuang dalam RAPBN 1999/2000 tersebut mengalami
stagnasi ditengah
perjalanan. Sepertinya pemerintah kehilangan cara
bagaimana pemihakan
dilaksanakan?
Jalan Keluar dari Permasalahan Koperasi Indonesia
Wajah perekonomian Indonesia memang
tidak terlalu indah. Keinginan
untuk merawat dan menata dapat menyelamatkan koperasi
dari masalah-masalah
yang dihadapi. Beberapa jalan keluar dapat dilakukan
dengan menganalisis
pokok-pokok persoalan pada setiap komponen lingkungan
koperasi tersebut.
Masing-masing komponen terdiri atas komponen pertama nilai dan prinsip
merupakan cerminan kepribadian koperasi. Kedua, komponen pemerintah yang
dijabarkan melalui kebijakan dan pengaruhnya terhadap
keberadaan koperasi.
Komponen ketiga adalah
anggota yang melandasi terciptanya koperasi dan
komponen terakhir adalah
kepengurusan sebagai sebuah motor yang akan
menggerakkan koperasi. Masing-masing komponen dapat
dilihat pada gambar I.
Permasalahan-pennasalahan pokok yang dihadapi koperasi
ada pada tiga
komponen terakhir (bagan 1) Pada komponen nilai dan
prinsip yang tercemin dalam Undang-undang dasar 45 pasal 33 sebagai landasan
pokok terhadap
perkoperasian tidak perlu diragukan jika ditinjau dari
visi dan misi keberadaan
koperasi. Berikut ini akan dijelaskan masing-masing
komponen dan permasalahan
yang dihadapi.
Undang-undang Perkoperasian, Peraturan dan Kebijakan
Undang-undang Perkoperasian no 25 Tahun
1992 menurut lbnoe
Soejono, memiliki empat kelemahan utama sehingga koperasi
dinilai tidak
memiliki kapasitas untuk membangun koperasi secara sehat
di Indonesia.
Keempat kelemahan tersebut adalah (1) tidak ada kewajiban
audit oleh keperasi,
(2) tidak diperbolehkannya koperasi memiliki sertifikat
tanah, (3) dikenakannya
pajak penghasilan atau PPh, (4) tidak ada seleksi ketat
terhadap pemberian status
badan hukum koperasi (Edi Sasmito, 1999)
Tidak ada kewajiban audit bagi koperasi
membuat tubuh koperasi rawan
penyelewengan dan manipulasi keuangan yang dapat
dilakukan oleh pengurus,
apalagi anggota memiliki keterbatasan pengetahuan dalam
melakukan
pengendalian teknis. Disamping itu peluang yang ada
memberi keleluasaan bagi
pengurus menjalankan manajemen "sesuka hati",
ketidakhati-hatian dalam
mempertanggungjawabkan kepengurusan juga mewarnai
manajemen koperasi
yang tidak diaudit sehingga keakuratan laporan pertanggungjawaban
diragukan.
Penyelewengan di tubuh koperasi juga
dimungkinkan dalam hal
kepemilikan tanah karena sampai saat ini koperasi tidak
diperbolehkan menjadi
pemilik sertifikat tanah. Tanah koperasi. umumnya
menggunakan nama salah satu
pengurus yang memberikan peluang bagi pengurus tersebut
untuk
menyalahgunakan sertifikat tersebut. Pengenaan pajak,
sejauh koperasi hanya
melakukan kontak bisnis dengan anggotanya seharusnya
tidak dikenakan PPh.
Kelemahan terakhir undang-undang perkoperasian tidak
adanya seleksi yang ketat
terhadap pemberian status badan hukum sehingga banyak
koperasi jadi-jadian
yang dibangun hanya untuk mendapatkan fasilitas dari
pemerintah.
Koperasi di Indonesia didirikan sebagai alat pemerintah
untuk proses
pembagunan sosial-ekonomi. Sebagai alatnya maka
pemerintah memperlakukan
koperasi sesuai tujuan tampa memperhatikan esensi anggota
koperasi yang
dibentuk. Tidak jarang masyarakat dipaksakan menjadi
anggota koperasi.
Beberapa kebijakan selalu berbau KKN yang menguntungkan
aparat pemerintah
yang menangani koperasi. Sebagai contoh kebijakan
Departemen Koperasi
menjdi eksekutor peluncuran Kredit Usaha Tani merupakan
bukti empiris
kebijakan tersebut sarat dengan muatan KKN.
Anggota
Anggota koperasi adalah pemilik
sekaligus pengguna jasa koperasi, sifat
suka rela dan terbuka sebagai prinsip koperasi
mempermudah keluar masuknya
anggota. Rendahnya partisipasi dan pengendalian yang
dapat dilakukan anggota merupakan permasalahan umum yang dihadapi.
Kepengurusan
Beberapa bukti empiris menunjukkan
bahwa kepengurusan koperasi
kurang memiliki kewirausahaan, pendidikan pengurus yang
rendah disainping
itu kepengurusan tidak dilengkapi teknologi informasi
yang memadai. Tidak
terciptanya budaya melayani merupakan kegagalan pengurus
mengikat anggota
dan non anggota untuk loyal dalam menggunakan jasa yang
disediakan oleh
koperasi.
Perilaku dan Budaya Organisasi Koperasi
Walaupun koperasi memiliki ciri
organisasi yang berbeda dan organisasi
lain, tetapi aspek perilaku dan budaya organisasi akan
sama matchingnya jika
diterapkan dalam organisasi apapun jenisnya. Beberapa
bukti empiris menyatakan
bahwa ada hubungan yang erat antara Cooperate Culture dan Kinerja (Kottler dan
Hesket : 1997). Bahkan, budaya juga sangat berpengaruh
dalam meningkatkan
konsistensi seseorang berperilaku (Stephen P. Robbius
dalam Nadraha, 1997).
Dengan demikian, budaya menjadi faktor penting untuk
meningkatkan kinerja
seseorang dalam organisasi.
Lain halnya dengan Covey, la
beranggapan ada tujuh kebiasaan agar
individu maupun organisasi mencapai sukses dalam
mengembangkan misi dan
visi vang dituju. Tujuh kebiasaan tersebut meliputi :
(1) Arti penting bersikap pro-aktif, tidak sekedar
re-aktif
(2) Merujuk pada tujuan akhir, fokus yang jelas
(3) Mendahulukan yang utama, secara prioritas yang tegas.
(4) Berpikir menang-menang; resolusi konflik yang
bersifat tidak menjatuhkan
lawan.
(5) Berusaha mengerti dahulu baru dimengerti toleransi
kepada lawan
bicara/mitra
(6) Mewujudkan sinergi, menjalin kolaborasi dalam bentuk team work
(7) Mengasah gergaji dengan senantiasa meningkatkan ilmu
dan wawasan baru
Pikiran Covey memutar persepsi dahulu
budaya adalah "akibat",
sekarang dijadikan "sebab" budaya perusahaan
menjadi salah satu alat kunci atau
penyebab tumbuhnya perusahaan yang sehat. Budaya
perusahaan menjadi
strategi, materi mengubah sikap dan perilaku serta
sebagai sarana untuk mencapai
efisien dan penyesuaian dengan tuntutan zaman yang
senantiasa berubah.
Perubahan paradigma dan pemanfaatan
budaya perusahaan adalah salah
satu solusi dalam menghadapi zaman yang kian kompleks.
Budaya perusahaan
juga terkait erat dalam program organization development, berhubungan dengan
program, intervensi keorganisasian, struktur organisasi
dan pada akhirnya
menyentuh aktivitas perencanaan SDM, pengembangan,
pendidikan dan pelatihan
agar SDM rnemiliki nilai budaya yang kuat, adaptif dan
sesuai dengan tuntutan
bisnis di era global (Syarwahani dan Priyohadi : 2001 )
Beberapa konsep budaya perusahaan dan perilaku
individu jika
diterapkan dalam perkoperasian. Hampir dapat dipastikan
koperasi mampu
mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi dimana akar
permasalahannya
terletak pada aspek perilaku individu yang membentuk
atmosfir budaya
organisasi secara keseluruhan.
Untuk memahami perilaku individu perlu
di cermati aspek-aspek yang
mempengaruhi perilaku tersebut. Dengan menggunakan model
yang
dikemukakan oleh Huczynski dan Buchanan (1991) maka
perilaku individu
dalam berkoperasi dipengaruhi persepsi individu terhadap
koperasi. Faktor-faktor
tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
Koperasi sebagai organisasi perkumpulan orang-orang,
perlu menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi individu dalam
berperilaku untuk
mengembangkan koperasi. Pemahaman secara rinci dari aspek
perilaku sangat
membantu keberhasilan sebuah koperasi.
Koperasi Indonesia Masa Mendatang
Era globalisasi membawa perubahan besar
pada berbagai aspek
kehidupan, khusunya pada kehidupan ekonomi. Dengan
semakin terbukanya
pasar global maka para pelaku ekonomi dituntut melakukan
pembenahan terhadap
kinerjanya dalam rangka memenuhi kualitas produk dan jasa
yang dikehendaki
pasar. Koperasi sebagai salah satu pelaku ekonomi mau
tidak mau akan
berhadapan dalam persaingan yang semakin ketat apa lagi
penggerak utama
dalam perdangan
global didasarkan pada pada paham kapitalisme
(lbnoe
Soejono : 1998)
Kenyataan-kenyataan yang terjadi di
dalam masyarakat perkoperasian
kita menunjukkan babwa kita "menyerah" pada
lingkungan. Kita kehilangan "Cinta" dan sifat konflik meningkat terus
(Herman Soewardi: 2002). Kondisi ini
terjadi karena konsumerisme yang melahirkan korupsi,
kolusi, nepotisme (KKN).
Akan kah kita terus bergumul dalam kemelut yang demikian?
Kemakmuran menjadi harapan, keadilan
menjadi tujuan tidak ada sistem
ekonomi yang mampu mewujudkan harapan dan tujuan kecuali
koperasi yang
memiliki jati diri kearah harapan. Dengan jelas Mnnker
menggambarkan bahwa
para pendukung filosofi bisnis moderen dan budaya
perusahaan (c'orporate
culture) selain menganjurkan tentang pentingnya jati diri
perusahaan yang kuat,
yang merupakan gaya manajemen koperasi, yaitu suatu upaya
untuk memperkuat
ikatan strategis antara perusahaan dan pelanggan, yang
umumnya dianggap sangat
penting bagi keberhasilan usaha ekonomi. Apa yang dicari
perusahaanperusahaan
komersial dalam upaya untuk mencapai strategi
"baru" seperti itu,
selalu merupakan bagian dari jati diri koperasi.
Dari segi jati diri, koperasi siap
menghadapi kemungkinan-kemungkinan
masa depan. Pemilihan strategi, metode dan
cara.pengembangan sangat
tergantung pada komponen koperasi. Siapkah
komponen-komponen dalam
lingkup koperasi memiliki jati diri dan kinerja yang
diharapkan? Di sini letak
permasalahan mendasar koperasi masa depan.
Setelah kita mendapat gambaran tentang
globalisasi dalam bidang
ekonomi, maka ada tujuh peluang koperasi yaitu : Pertama, mutu perifikasi dari
partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan,
perencanaan dan kontrol
sehingga peran pemerintah hanya sebagai fasilitator dalam
pengembangan
koperasi. Kedua, peningkatan
peran koperasi dalam memacu pertumbuhan
koperasi dengan menggerakkan sumber daya dan informasi
yang dapat diraih
dalam lingkup swadaya dan swakarsa koperasi. Oleh karena
itu pertumbuhan
ekonomi perlu dikaitkan dengan pertumbuhan bisnis
koperasi sehingga bisa
muncul pertumbuhan ekonomi melalui pertumbuhan bisnis
koperasi. Ketiga,
mutu cooperativism dalam koperasi perlu ditingkatkan
antara lain melalui
pengembangan sumber daya manusia melalui gugus kendali
mutu yang memadai
dari waktu ke waktu. Keempat, koperasi
harus meraih brain gain yang memadai
untuk memacu kewirausahaan koperasi dan teknologi
koperasi yang relevan
dengan kebutuhan anggota koperasi. Kelima, iklim bisnis perlu memberikan
peluang agar koperasi dapat berkembang dengan baik,
antara lain melalui
kemitraan dengan perusahaan swasta dan BUMN yaitu
meletakkan dasar sebagai
subyek bukan obyek karena itu aneka implikasi dari
feodalisme kerja sama
selama ini perlu dihilangkan. Keenam, peluang bisnis bagi koperasi perlu
dikembangkan dalam peta bisnis yang pro pada kepentingan
koperasi seperti
dalam produksi, distribusi, retail bisnis, impor dan
ekspor. Sehubungan dengan
hal itu maka aneka bisnis yang dirasakan menggunting
pemekaran jaringan binis
koperasi perlu dihilangkan. Kctujuh, Kondisi bisnis yang dipacu oleh koperasi
yang memiliki kemampuan yang semakin memadai dengan aneka
bisnis di sektor
formal dan informal.
Kesimpulan
Koperasi diyakini sebagai bangun usaha
yang paling sesuai dengan
ekonomi kerakyatan yang mampu menciptakan kemakmuran dan
keadilan bagi
anggota yang berperan juga sebagai pemilik.
Koperasi di Indonesia menghadapi berbagai permasalahan
dalam setiap
komponen lingkungan organisasi. Permasalahan tersebut
saling berpengaruh satu
sama lain. Untuk keluar dari pernasalahan,
komponen-komponen tersebut harus
cermat mengamati atau mengoreksi dengan menciptakan
budaya perusahaan yang
diawali oleh perubahan perilaku individu. Komitmen
terhadap jati diri dengan
dukungan perubahan atmosfir lingkungan koperasi
memungkinkan koperasi dapat
menghadapi masa depan dengan strategi, kebijakan, metode
yang akan
mengantarkan koperasi sebagai pelaku ekonomi terbaik
dalam pasar global.
Daftar
Pustaka
Syarifuddin Baharsyah, (1997) Koperasi sebagai Jembatan emas
Memberdayakan ekonomi Kerakyatan, Koperasi Indonesia Menghadapi
Abad 21. Jakarta:
DEKOPIN.
Covey, Stephen R., (1993) , The -7 Habits of Hight Effective People, New
York :
Simon & Schuster Inc.
Hliczynski, Andrezej A., David A. Buchanan (1991). Organizational Behavior :
An Introduction Text, Second
Edition, New York: Printice Hall
M.J. Kasiyanto, (1997) Koperasi Anak Lemah Mental, Koperasi Indonesia
MenghadapiAbad ke-21, Jakarta:
DEKOPIN.
Kottler, John P, and Heskett L. James, (1997), Corporate Culture and
Performance, Dampak budaya kerja terhadap kinerja .Jakarta:
Penhallindo.
Munkner, Hans H. (1997). Masa depan Koperasi. Terjemahan
Djabaruddin
Djohan: Bandung: IKOPIN.
Munkner, Hans H. (2001), Penemuan Kembali Koperasi dalam Kebijakan
Pembangunan. Alih
Bahasa Maria P.N., Jakarta :Yokama - PGI.
U. Sanurdin Natadirana,. (2002) Falsafah, Konsep dan Kebijakan Pendidikan
Koperasi. 20 Pokok Pemikiran
tentang Pembangunan Koperasi.
Editor. H. Rusidi dan Maman Suratman, Bandung: IKOPIN)
Ropke, Jochen (2000), Ekonomi Koperasi : Teori dan Manajennen. Terjennahan
Sri Djatnika S. Ariffin. Jakarta: Penerbit Salemba Ernpat.
Salim Siagian, (2001), Ekonomi rakyat dan sistem Ekonomi kerakyatan,
Manajemen Usahawan No. 02. Thn XXX. Pebruari, hlm. 39.
lbnoe Soedjono, (1998). "Profil Pengurus Koperasi
Pegawai RI menuju era
Globalisasi", Makalah pada ceramah pendidikan dan
pelatihan GKPRI
Jawa Barat di Lembang tgl 13 Oktober 1998
Herman Soewardi, (2002) Cinta adalah Dasar Koperasi 20 Pokok pikiran
tentang pembangunan koperasi: Editor
H. Rusidi dan Maman Sliratman,
Bandung: IKOPIN.
Prastyo Sudrajat, (1997), Ekonomi Kerakyatan dalam Visi Koperasi, Media
Indonesia 01 Desember 1997.
Wawan Syarwhani, dan Nugroho Dwi Priyohadi (2001) Corporate culture
Building menuju organisasi yang
adaftif dan kompetitif: Konsep, Teori,
Implementasi Budaya Perusahaan
dan Peranan Psikologi,
Manajemen
Usahawan.
NO 04/Thn XXX April 2001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar