Tulisan 4
Simpulan,Rekomendasi dan Daftar Pustaka
REVIEW
:
MENGEMBANGKAN KOMPETENSI INTI DAN KONSEP BISNIS KOPERASI:
Digali dari realitas masyarakat Indonesia
Oleh
:
Aji Dedi Mulawarman2
Berisi :
Simpulan dan Rekomendasi
Konsep kemandirian, kompetensi inti kekeluargaan dan
sinergi produktif-intermediasiretailmerupakan substansi pengembangan koperasi
sesuai realitas masyarakat Indonesiayang unik. Meskipun perkembangannya saat
ini banyak tereduksi intervensi kebijakan
dan subordinasi usaha besar. Diperlukan kebijakan, regulasi, supporting
movement
(bukannya intervention movement), dan strategic positioning (bukannya
sub-ordinat
positioning) berkenaan menumbuhkan kembali
konsep kemandirian, kekeluargaan dan
sinergi produktif-intermediasi-retail yang komprehensif. Paling penting
adalah
menyeimbangkan kepentingan pemberdayaan ekononomi koperasi berbasis pada
sinergi
produktif-intermediasi-retail sesuai Ekonomi Natural model Hatta. Sinergi
produktifintermediasi-
retail harus dijalankan dalam koridor kompetensi inti kekeluargaan.
Artinya,
pengembangan keunggulan perusahaan berkenaan inovasi teknologi dan produk
harus
dilandasi pada prinsip kekeluargaan. Individualitas anggota koperasi
diperlukan tetapi,
soliditas organisasi hanya bisa dijalankan ketika interaksi kekeluargaan
dikedepankan.
Agenda mendesak. Pertama,
menemukan bentuk konkrit kompetensi inti
kekeluargaan. Sebagai komparasi mungkin diperlukan parameter usulan
Prahalad dan
Hamel (1990)18 untuk mengidentifikasi kompetensi inti kekeluargaan versi
koperasi.
18 Tiga parameter untuk mengidentifikasi kompetensi inti perusahaan adalah
sebagai berikut: (1) apakah
kompetensi inti memberikan akses potensial kepada berbagai macam pasar?;
(2) apakah kompetensi inti
dapat memberikan kontribusi signifikan pada manfaat yang diterima
pelanggan? (3) apakah kompetensi inti
yang dimiliki perusahaan membuat pesaing mengalami kesulitan untuk meniru?
Kompetensi inti memang berasal dari sumber daya dan kemampuan organisasi, namun
tidak semua sumber daya dan kemampuan merupakan kompetensi inti. Meskipun tidak
menutup kemungkinan adanya perluasan (ekstensi) model tiga parameter tersebut.
Kedua, diperlukan pemacu bentuk koperasi secara seimbang. Koperasi produktif
perlu digalakkan, sehingga kualitas, enterpreneurship, kemandirian,
jumlah dan keanggotaannya memiliki keseimbangan dengan bentuk koperasi lain,
seperti koperasi fungsional, koperasi retail maupun jasa (intermediasi). Bagi
koperasi produktif lama perlu kebijakan mendesak untuk pemberdayaan agar tidak
terjadi deklinasi usaha. Perlu
juga menumbuhkan pengusaha-pengusaha baru koperasi di bidang produktif,
seperti
pertambangan, energi, industri, otomotif, industri keperluan rumah tangga
(sabun, sikat
gigi, pasta gigi, shampoo, dll), teknologi pertanian, dll.
Agenda menengah. Beberapa
tahun ke depan perlu merancang pemberdayaan
koperasi yang lebih mandiri. Artinya, saatnya memikirkan lebih konkrit
mekanisme yang
menyentuh langsung pada sektor riil. Beberapa hal dapat dilakukan, pertama,
menemukan formulasi mikro ekonomi untuk semua. Mekanisme gotong-royong
bukan
hanya sebagai bentuk idealisme, tetapi perlu dielaborasi lebih jauh sebagai
inti
pendekatan mikro yang berdampak pada ekonomi makro. Kedua, menemukan dari
bawah
mekanisme berdagang, berinvestasi, produksi dan melakukan pemasaran bagi
ekonomi
rakyat secara luas dan berkeadilan. Ketiga, mengembangkan akhlak bisnis
ekonomi
rakyat berbasis kekeluargaan ala Indonesia. Keempat, menggali dan
mengangkat kearifan
lokal dalam berekonomi. Konsekuensinya adalah menelusuri mekanisme
manajemen,
administrasi dan keuangan/akuntansi ekonomi rakyat sesuai realitas
Ke-Indonesia-an.
Kelima, mensinergikan mikro dan makro ekonomi atas dasar kepentingan
ekonomi,
sosial, lingkungan untuk semua.
Agenda jangka panjang. Kenyataan program-program bersifat pembiayaan,
akses perbankan, aspek teknologi dan segala hal tersebut masih berkaitan
dengan materi;
pemberdayaan, profesionalisme, pelatihan, kemitraan, pasar bersama dan lain
sebagainya
masih berkaitan dengan anthropocentric oriented. Demikian pula
perjuangan ekonomi
kerakyatan berbasis sosial, berbasis masyarakat Indonesia, perluasan bentuk
demokrasi
ekonomi semua juga tidak lepas dari nuansa sosialisme model baru yang juga
tetap
berpola materialism and anthropocentric oriented. Atau lebih jauh
dari itu semua, apakah prioritas pemberdayaan dan penguatan ekonomi rakyat
bukan hanya “materialism and anthropocentric oriented”? Bila kita angkat
pada hal yang lebih normatif, bentuk pemberdayaan terbatas pada materialitas,
kepentingan ego manusia, baik pribadi maupun kelompok mungkin tidak layak
lagi dikumandangkan. Pemberdayaan holistik baik materialitas, egoisme
diri, sosial harus dikembangkan dan diperluas lebih jauh. Bahkan
harusnya juga melampaui itu semua
(Mulawarman 2007).
Ditegaskan Mulawarman (2007) bahwa Pasal 33 UUD 1945
tidak dapat dibaca
hanya sebagai salah satu penggalan kepentingan ekonomi masyarakat
Indonesia.
Kemakmuran ekonomi masyarakat bukan hanya perwujudan pasal 33 UUD 1945. Pasal
33 hanyalah salah satu bagian dari seluruh kehendak rakyat Indonesia yang
holistik yaitu
menginginkan kesejahteraan sosial, ekonomi, politik, budaya, lahir dan
batin, serta
mewujudkan harkat martabat manusia berke-Tuhan-an. Keluar dari Materialisme
Ekonomi versi Amerika juga seharusnya tidak serta merta menyetujui
antitesisnya seperti
Marxisme, atau yang lebih “soft” misalnya gerakan Materialisme
Sosialis maupun
Sosialisme Baru. Menjadi benarlah pesan HOS Tjokroaminoto: “keluar dari
kapitalisme
menuju sosialisme tidaklah berguna, karena keduanya masih menuhankan benda.
Ekonomi yang benar adalah ekonomi untuk rakyat, ekonomi berorientasi
kebersamaan,
bermoral, memiliki tanggung jawab sosial dan paling penting tanggungjawab
pada
Tuhan.” Tetapi, religiusitas ekonomi rakyat bukanlah religiusitas gaya spiritual
company
yang menggunakan spiritualitas untuk kepentingan keuntungan ekonomi atau
apapunlah.
Ekonomi rakyat haruslah utuh dan kokoh bersandar pada kepentingan jangka
panjang,
Jalan Tuhan. Insya Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Sritua. 1995. Dialektika Hubungan Ekonomi Indonesia dan Pemberdayaan
Ekonomi Rakyat. KELOLA. No. 10/IV. hal 29-42.
Bourdieu, Pieree. 1977. Outline of A Theory of Practice. Cambridge
University Press.
Bourdieu, Pierre. 1989. Distinction: A Social Critique of the Judgement
of Taste. Cambridge-
MA: Harvard University Press.
Bourdieu, Pierre, Loic JD. Wacquant. 1992. An Invitation to Reflective
Sociology. The University of Chicago Press.
Capra, Fritjof. 2003. The Hidden Connections: A Science for Sustainable
Living. Flamingo.
Dekopin. 2006. Program Aksi Dekopin. Jakarta. Hamel, G. and Prahalad, C. K.
1989, Strategic Intent. Harvard Business Rewiew, Vol. 67, No. 3.
Hamel, G. and Prahalad, C. K. 1994. Competing for the Future.
Harvard Business
School Press
Hatta, Mohammad. 1947. Penundjuk Bagi Rakjat Dalam Hal Ekonomi: Teori
dan Praktek.
Penerbit Kebangsaan Pustaka Rakjat. Jakarta.
Ismangil, W. Priono. 2006. Menumbuhkan Kewirausahaan Koperasi Melalui
Pengembangan Unit Usaha yang Fleksibel dan Independen. Infokop. 29-XXII.
Hal 72-76.
Jauhari, Hasan. 2006. Mewujudkan 70.000 Koperasi Berkualitas. Infokop.
No 28-XXII. Hal.1-9.
Masngudi. 1990. Penelitian tentang Sejarah Perkembangan Koperasi di
Indonesia. Badan
Penelitian Pengembangan Koperasi. Departemen Koperasi. Jakarta.
Mubyarto. 2002. Ekonomi Kerakyatan dalam era globalisasi. Jurnal Ekonomi
Rakyat. Tahun I No. 7. September.
Mubyarto. 2003.Dari Ilmu Berkompetisi ke Ilmu Berkoperasi. Jurnal
Ekonomi Rakyat. Th. II. No. 4. Juli.
Mulawarman. 2006. Menyibak Akuntansi Syari’ah. Penerbit Kreasi
Wacana. Yogyakarta.
Mulawarman. 2007. Melampaui Pilihan Keberpihakan: Pada UMKM atau Ekonomi
Rakyat?
Makalah Seminar Regional Tinjauan
Kritis RUU Usaha Mikro, Kecil dan Menengah,
oleh Puskopsyah BMT Wonosobo, tanggal 28 Agustus 2007.
Nugroho, Heru. 2001. Negara, Pasar dan Keadilan Sosial. Pustaka
Pelajar. Jogjakarta.
Prahalad, CK. And Gary Hamel. 1990. The Core Competence of the Corporation.
Harvard
Business Review. May-June. pp 1-12.
Ritzer, G. 2003. Teori Sosial Postmodern. Terjemahan. Kreasi
Wacana-Juxtapose. Yogyakarta.
Sarman, Rohmat. 2007. Ekonomi Kerakyatan: Introspeksi eksistensi
pembangunan ekonomi?
download internet 23 Agustus.
Shutt, Harry. 2005. Runtuhnya Kapitalisme. Terjemahan. Teraju.
Jakarta.
Soetrisno, Noer. 2002. Koperasi Indonesia: Potret dan Tantangan. Jurnal
Ekonomi Rakyat. Th II No. 5 Agustus.
Soetrisno, Noer. 2003. Pasang Surut Perkembangan Koperasi di Dunia dan
Indonesia. Jurnal
Ekonomi Rakyat.
Stiglitz, Joseph E.. 2006. Dekade Keserakahan : Era 90’an dan Awal Mula
Petaka Ekonomi
Dunia. Terjemahan. Penerbit Marjin Kiri. Tangerang.
Sularso. 2006. Membangun Koperasi Berkualitas: Pendekatan Substansial. Infokop
Nomor 28-XXII. Hal 10-18.
Takwin, Bagus. 2005. Proyek Intelektual Pierre Bourdieu: Melacak Asal-usul
Masyarakat,
Melampaui Opisisi Biner dalam Ilmu Sosial. Kata Pengantar dalam (Habitus
x Modal) +
Field = Praktik: Pengantar Paling Komprehensif kepada Pemikiran Pierre
Bourdieu.
Terjemahan. Jalasutra. Jogjakarta.
Tambunan, Tulus. 2007. Prospek Koperasi Pengusaha dan Petani di Indonesia
Dalam Tekanan
Globalisasi dan Liberalisasi Perdagangan Dunia. Hasil Penelitian. Kerjasama
Kadin
Indonesia dan Pusat Studi Industri & UKM Universitas Trisakti. Jakarta.
Tjokroaminoto, HOS. 1950. Islam dan Socialism. Bulan Bintang.
Jakarta.
Wainwright, Steven P. 2000. For Bourdieu in Realist Social Science. Cambridge
Realist
Workshop 10th
Anniversary Reunion Conference.
Cambridge, May.
Nama
/ NPM : Sarina Nurcahaya / 28211249
Kelas
/ Tahun : 2EB09 / 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar