Jumat, 28 Desember 2012


 
Tulisan 2
Permasalahan Koperasi Indonesia,Kesimpulan dan Daftar Pusataka


REVIEW       :

PENGEMBANGAN KOPERASI INDONESIA:
SUATU ORIENTASI DARI KONDISI SOSIAL, BUDAYA DAN
EKONOMI DALAM RANGKA GLOBALISASI

OLEH :

Usman Moonti
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo
Volume 9, No.2, Juni 2012 ISSN 1693-9034

Berisi :

Permasalahan Koperasi Indonesia

 Di Indonesia, kondisi koperasi tidak menggembirakan. Di antara tiga
pelaku perekonomian, koperasi adalah sektor yang paling memprihatinkan, lebih
blinik lagi Kasiyanto beranggapan bahwa koperasi sebagai anak lemah inental.
Julukan seperti itu, sah-sah saja tetapi terapi yang digunakan hendaknya tidak
dilakukan oleh semangat yang bermental lemah. Pembentukan BUUD (Badan
Usaha Unit Desa), Koperasi Kredit (Kopdit) dan KUD (Koperasi Unit Desa) yang
dipelopori oleh pemerintah dan LSM bukan membantu masyarakat melainkan
mengganggu. Dosa yang paling besar yang dilakukan oleh KUD yang sudah
memegang monopoli dipedesaan adalah sampai saat ini belum dapat mengangkat
nilai tukar petani, paling sedikit sesuai dengan kenaikan inflasi (lihat gambar 1).
Lebih kejam lagi, KUD menjadi ujung tombak pedagang semakin memeras
petani.
Fenomena lain yang tidak perlu dibuktikan secara empiris, adalah ketika
pemerintah menghimbau BUMN untuk membantu usaha kecil dan Koperasi
bermunculanlah usaha-usaha fiktif dan koperasi dadakan yang ingin
memanfaatkan dana tersebut sebagai suatu "rezeki bersama". Masalah lain juga
muncul ketika pemerintah memberikan kredit usaha tani. Departemen koperasi
(Depkop) diberi wewenang sebagai excecuting dengan kekuasaanya lebih leluasa
memberikan kredit kepada mereka yang meminta padahal Depkop sendiri sebagai
pembina sekaligus sebagai pelaksana KUT. Minimnya pengalaman dan perangkat
Depkop dalam penyaluran dan pemberian kredit menyebabkan banyak kredit
yang diberikan tidak dapat dikembalikan (kredit macet)
Pemerintah mengalami kegagalan melalui program-program jaring
pengaman sosial (JPS) yang ditujukan kepada penduduk miskin koperasi dan
ekonomi rakyat. Keberpihakan pemerintah terhadap ekonomi rakyat yang
tertuang dalam RAPBN 1999/2000 tersebut mengalami stagnasi ditengah
perjalanan. Sepertinya pemerintah kehilangan cara bagaimana pemihakan
dilaksanakan?


Jalan Keluar dari Permasalahan Koperasi Indonesia
Wajah perekonomian Indonesia memang tidak terlalu indah. Keinginan
untuk merawat dan menata dapat menyelamatkan koperasi dari masalah-masalah
yang dihadapi. Beberapa jalan keluar dapat dilakukan dengan menganalisis
pokok-pokok persoalan pada setiap komponen lingkungan koperasi tersebut.
Masing-masing komponen terdiri atas komponen pertama nilai dan prinsip
merupakan cerminan kepribadian koperasi. Kedua, komponen pemerintah yang
dijabarkan melalui kebijakan dan pengaruhnya terhadap keberadaan koperasi.
Komponen ketiga adalah anggota yang melandasi terciptanya koperasi dan
komponen terakhir adalah kepengurusan sebagai sebuah motor yang akan
menggerakkan koperasi. Masing-masing komponen dapat dilihat pada gambar I.
Permasalahan-pennasalahan pokok yang dihadapi koperasi ada pada tiga
komponen terakhir (bagan 1) Pada komponen nilai dan prinsip yang tercemin dalam Undang-undang dasar 45 pasal 33 sebagai landasan pokok terhadap
perkoperasian tidak perlu diragukan jika ditinjau dari visi dan misi keberadaan
koperasi. Berikut ini akan dijelaskan masing-masing komponen dan permasalahan
yang dihadapi.


Undang-undang Perkoperasian, Peraturan dan Kebijakan
Undang-undang Perkoperasian no 25 Tahun 1992 menurut lbnoe
Soejono, memiliki empat kelemahan utama sehingga koperasi dinilai tidak
memiliki kapasitas untuk membangun koperasi secara sehat di Indonesia.
Keempat kelemahan tersebut adalah (1) tidak ada kewajiban audit oleh keperasi,
(2) tidak diperbolehkannya koperasi memiliki sertifikat tanah, (3) dikenakannya
pajak penghasilan atau PPh, (4) tidak ada seleksi ketat terhadap pemberian status
badan hukum koperasi (Edi Sasmito, 1999)
Tidak ada kewajiban audit bagi koperasi membuat tubuh koperasi rawan
penyelewengan dan manipulasi keuangan yang dapat dilakukan oleh pengurus,
apalagi anggota memiliki keterbatasan pengetahuan dalam melakukan
pengendalian teknis. Disamping itu peluang yang ada memberi keleluasaan bagi
pengurus menjalankan manajemen "sesuka hati", ketidakhati-hatian dalam
mempertanggungjawabkan kepengurusan juga mewarnai manajemen koperasi
yang tidak diaudit sehingga keakuratan laporan pertanggungjawaban
diragukan.
Penyelewengan di tubuh koperasi juga dimungkinkan dalam hal
kepemilikan tanah karena sampai saat ini koperasi tidak diperbolehkan menjadi
pemilik sertifikat tanah. Tanah koperasi. umumnya menggunakan nama salah satu
pengurus yang memberikan peluang bagi pengurus tersebut untuk
menyalahgunakan sertifikat tersebut. Pengenaan pajak, sejauh koperasi hanya
melakukan kontak bisnis dengan anggotanya seharusnya tidak dikenakan PPh.
Kelemahan terakhir undang-undang perkoperasian tidak adanya seleksi yang ketat
terhadap pemberian status badan hukum sehingga banyak koperasi jadi-jadian
yang dibangun hanya untuk mendapatkan fasilitas dari pemerintah.
Koperasi di Indonesia didirikan sebagai alat pemerintah untuk proses
pembagunan sosial-ekonomi. Sebagai alatnya maka pemerintah memperlakukan
koperasi sesuai tujuan tampa memperhatikan esensi anggota koperasi yang
dibentuk. Tidak jarang masyarakat dipaksakan menjadi anggota koperasi.
Beberapa kebijakan selalu berbau KKN yang menguntungkan aparat pemerintah
yang menangani koperasi. Sebagai contoh kebijakan Departemen Koperasi
menjdi eksekutor peluncuran Kredit Usaha Tani merupakan bukti empiris
kebijakan tersebut sarat dengan muatan KKN.


Anggota
Anggota koperasi adalah pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi, sifat
suka rela dan terbuka sebagai prinsip koperasi mempermudah keluar masuknya
anggota. Rendahnya partisipasi dan pengendalian yang dapat dilakukan anggota merupakan permasalahan umum yang dihadapi.

Kepengurusan
Beberapa bukti empiris menunjukkan bahwa kepengurusan koperasi
kurang memiliki kewirausahaan, pendidikan pengurus yang rendah disainping
itu kepengurusan tidak dilengkapi teknologi informasi yang memadai. Tidak
terciptanya budaya melayani merupakan kegagalan pengurus mengikat anggota
dan non anggota untuk loyal dalam menggunakan jasa yang disediakan oleh
koperasi.


Perilaku dan Budaya Organisasi Koperasi
Walaupun koperasi memiliki ciri organisasi yang berbeda dan organisasi
lain, tetapi aspek perilaku dan budaya organisasi akan sama matchingnya jika
diterapkan dalam organisasi apapun jenisnya. Beberapa bukti empiris menyatakan
bahwa ada hubungan yang erat antara Cooperate Culture dan Kinerja (Kottler dan
Hesket : 1997). Bahkan, budaya juga sangat berpengaruh dalam meningkatkan
konsistensi seseorang berperilaku (Stephen P. Robbius dalam Nadraha, 1997).
Dengan demikian, budaya menjadi faktor penting untuk meningkatkan kinerja
seseorang dalam organisasi.
Lain halnya dengan Covey, la beranggapan ada tujuh kebiasaan agar
individu maupun organisasi mencapai sukses dalam mengembangkan misi dan
visi vang dituju. Tujuh kebiasaan tersebut meliputi :
(1) Arti penting bersikap pro-aktif, tidak sekedar re-aktif
(2) Merujuk pada tujuan akhir, fokus yang jelas
(3) Mendahulukan yang utama, secara prioritas yang tegas.
(4) Berpikir menang-menang; resolusi konflik yang bersifat tidak menjatuhkan
lawan.
(5) Berusaha mengerti dahulu baru dimengerti toleransi kepada lawan
bicara/mitra
(6) Mewujudkan sinergi, menjalin kolaborasi dalam bentuk team work
(7) Mengasah gergaji dengan senantiasa meningkatkan ilmu dan wawasan baru
Pikiran Covey memutar persepsi dahulu budaya adalah "akibat",
sekarang dijadikan "sebab" budaya perusahaan menjadi salah satu alat kunci atau
penyebab tumbuhnya perusahaan yang sehat. Budaya perusahaan menjadi
strategi, materi mengubah sikap dan perilaku serta sebagai sarana untuk mencapai
efisien dan penyesuaian dengan tuntutan zaman yang senantiasa berubah.
Perubahan paradigma dan pemanfaatan budaya perusahaan adalah salah
satu solusi dalam menghadapi zaman yang kian kompleks. Budaya perusahaan
juga terkait erat dalam program organization development, berhubungan dengan
program, intervensi keorganisasian, struktur organisasi dan pada akhirnya
menyentuh aktivitas perencanaan SDM, pengembangan, pendidikan dan pelatihan
agar SDM rnemiliki nilai budaya yang kuat, adaptif dan sesuai dengan tuntutan
bisnis di era global (Syarwahani dan Priyohadi : 2001 )
 Beberapa konsep budaya perusahaan dan perilaku individu jika
diterapkan dalam perkoperasian. Hampir dapat dipastikan koperasi mampu
mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi dimana akar permasalahannya
terletak pada aspek perilaku individu yang membentuk atmosfir budaya
organisasi secara keseluruhan.
Untuk memahami perilaku individu perlu di cermati aspek-aspek yang
mempengaruhi perilaku tersebut. Dengan menggunakan model yang
dikemukakan oleh Huczynski dan Buchanan (1991) maka perilaku individu
dalam berkoperasi dipengaruhi persepsi individu terhadap koperasi. Faktor-faktor
tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:



Koperasi sebagai organisasi perkumpulan orang-orang, perlu menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi individu dalam berperilaku untuk
mengembangkan koperasi. Pemahaman secara rinci dari aspek perilaku sangat
membantu keberhasilan sebuah koperasi.

Koperasi Indonesia Masa Mendatang
Era globalisasi membawa perubahan besar pada berbagai aspek
kehidupan, khusunya pada kehidupan ekonomi. Dengan semakin terbukanya
pasar global maka para pelaku ekonomi dituntut melakukan pembenahan terhadap
kinerjanya dalam rangka memenuhi kualitas produk dan jasa yang dikehendaki
pasar. Koperasi sebagai salah satu pelaku ekonomi mau tidak mau akan
berhadapan dalam persaingan yang semakin ketat apa lagi penggerak utama
dalam perdangan global didasarkan pada pada paham kapitalisme (lbnoe
Soejono : 1998)
Kenyataan-kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat perkoperasian
kita menunjukkan babwa kita "menyerah" pada lingkungan. Kita kehilangan "Cinta" dan sifat konflik meningkat terus (Herman Soewardi: 2002). Kondisi ini
terjadi karena konsumerisme yang melahirkan korupsi, kolusi, nepotisme (KKN).
Akan kah kita terus bergumul dalam kemelut yang demikian?
Kemakmuran menjadi harapan, keadilan menjadi tujuan tidak ada sistem
ekonomi yang mampu mewujudkan harapan dan tujuan kecuali koperasi yang
memiliki jati diri kearah harapan. Dengan jelas Mnnker menggambarkan bahwa
para pendukung filosofi bisnis moderen dan budaya perusahaan (c'orporate
culture) selain menganjurkan tentang pentingnya jati diri perusahaan yang kuat,
yang merupakan gaya manajemen koperasi, yaitu suatu upaya untuk memperkuat
ikatan strategis antara perusahaan dan pelanggan, yang umumnya dianggap sangat
penting bagi keberhasilan usaha ekonomi. Apa yang dicari perusahaanperusahaan
komersial dalam upaya untuk mencapai strategi "baru" seperti itu,
selalu merupakan bagian dari jati diri koperasi.
Dari segi jati diri, koperasi siap menghadapi kemungkinan-kemungkinan
masa depan. Pemilihan strategi, metode dan cara.pengembangan sangat
tergantung pada komponen koperasi. Siapkah komponen-komponen dalam
lingkup koperasi memiliki jati diri dan kinerja yang diharapkan? Di sini letak
permasalahan mendasar koperasi masa depan.
Setelah kita mendapat gambaran tentang globalisasi dalam bidang
ekonomi, maka ada tujuh peluang koperasi yaitu : Pertama, mutu perifikasi dari
partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan, perencanaan dan kontrol
sehingga peran pemerintah hanya sebagai fasilitator dalam pengembangan
koperasi. Kedua, peningkatan peran koperasi dalam memacu pertumbuhan
koperasi dengan menggerakkan sumber daya dan informasi yang dapat diraih
dalam lingkup swadaya dan swakarsa koperasi. Oleh karena itu pertumbuhan
ekonomi perlu dikaitkan dengan pertumbuhan bisnis koperasi sehingga bisa
muncul pertumbuhan ekonomi melalui pertumbuhan bisnis koperasi. Ketiga,
mutu cooperativism dalam koperasi perlu ditingkatkan antara lain melalui
pengembangan sumber daya manusia melalui gugus kendali mutu yang memadai
dari waktu ke waktu. Keempat, koperasi harus meraih brain gain yang memadai
untuk memacu kewirausahaan koperasi dan teknologi koperasi yang relevan
dengan kebutuhan anggota koperasi. Kelima, iklim bisnis perlu memberikan
peluang agar koperasi dapat berkembang dengan baik, antara lain melalui
kemitraan dengan perusahaan swasta dan BUMN yaitu meletakkan dasar sebagai
subyek bukan obyek karena itu aneka implikasi dari feodalisme kerja sama
selama ini perlu dihilangkan. Keenam, peluang bisnis bagi koperasi perlu
dikembangkan dalam peta bisnis yang pro pada kepentingan koperasi seperti
dalam produksi, distribusi, retail bisnis, impor dan ekspor. Sehubungan dengan
hal itu maka aneka bisnis yang dirasakan menggunting pemekaran jaringan binis
koperasi perlu dihilangkan. Kctujuh, Kondisi bisnis yang dipacu oleh koperasi
yang memiliki kemampuan yang semakin memadai dengan aneka bisnis di sektor
formal dan informal.


Kesimpulan

Koperasi diyakini sebagai bangun usaha yang paling sesuai dengan
ekonomi kerakyatan yang mampu menciptakan kemakmuran dan keadilan bagi
anggota yang berperan juga sebagai pemilik.
Koperasi di Indonesia menghadapi berbagai permasalahan dalam setiap
komponen lingkungan organisasi. Permasalahan tersebut saling berpengaruh satu
sama lain. Untuk keluar dari pernasalahan, komponen-komponen tersebut harus
cermat mengamati atau mengoreksi dengan menciptakan budaya perusahaan yang
diawali oleh perubahan perilaku individu. Komitmen terhadap jati diri dengan
dukungan perubahan atmosfir lingkungan koperasi memungkinkan koperasi dapat
menghadapi masa depan dengan strategi, kebijakan, metode yang akan
mengantarkan koperasi sebagai pelaku ekonomi terbaik dalam pasar global.



Daftar Pustaka

Syarifuddin Baharsyah, (1997) Koperasi sebagai Jembatan emas
Memberdayakan ekonomi Kerakyatan, Koperasi Indonesia Menghadapi
Abad 21. Jakarta: DEKOPIN.
Covey, Stephen R., (1993) , The -7 Habits of Hight Effective People, New York :
Simon & Schuster Inc.
Hliczynski, Andrezej A., David A. Buchanan (1991). Organizational Behavior :
An Introduction Text, Second Edition, New York: Printice Hall
M.J. Kasiyanto, (1997) Koperasi Anak Lemah Mental, Koperasi Indonesia
MenghadapiAbad ke-21, Jakarta: DEKOPIN.
Kottler, John P, and Heskett L. James, (1997), Corporate Culture and
Performance, Dampak budaya kerja terhadap kinerja .Jakarta:
Penhallindo.
Munkner, Hans H. (1997). Masa depan Koperasi. Terjemahan Djabaruddin
Djohan: Bandung: IKOPIN.
Munkner, Hans H. (2001), Penemuan Kembali Koperasi dalam Kebijakan
Pembangunan. Alih Bahasa Maria P.N., Jakarta :Yokama - PGI.
U. Sanurdin Natadirana,. (2002) Falsafah, Konsep dan Kebijakan Pendidikan
Koperasi. 20 Pokok Pemikiran tentang Pembangunan Koperasi.
Editor. H. Rusidi dan Maman Suratman, Bandung: IKOPIN)
Ropke, Jochen (2000), Ekonomi Koperasi : Teori dan Manajennen. Terjennahan
Sri Djatnika S. Ariffin. Jakarta: Penerbit Salemba Ernpat.
Salim Siagian, (2001), Ekonomi rakyat dan sistem Ekonomi kerakyatan,
Manajemen Usahawan No. 02. Thn XXX. Pebruari, hlm. 39.
lbnoe Soedjono, (1998). "Profil Pengurus Koperasi Pegawai RI menuju era
Globalisasi", Makalah pada ceramah pendidikan dan pelatihan GKPRI
Jawa Barat di Lembang tgl 13 Oktober 1998
Herman Soewardi, (2002) Cinta adalah Dasar Koperasi 20 Pokok pikiran
tentang pembangunan koperasi: Editor H. Rusidi dan Maman Sliratman,
Bandung: IKOPIN.
Prastyo Sudrajat, (1997), Ekonomi Kerakyatan dalam Visi Koperasi, Media
Indonesia 01 Desember 1997.
Wawan Syarwhani, dan Nugroho Dwi Priyohadi (2001) Corporate culture
Building menuju organisasi yang adaftif dan kompetitif: Konsep, Teori,
Implementasi Budaya Perusahaan dan Peranan Psikologi, Manajemen
Usahawan. NO 04/Thn XXX April 2001.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar