Jumat, 28 Desember 2012


Tulisan 4
Simpulan,Rekomendasi dan Daftar Pustaka


REVIEW :
MENGEMBANGKAN KOMPETENSI INTI DAN KONSEP BISNIS KOPERASI:
Digali dari realitas masyarakat Indonesia
Oleh :
Aji Dedi Mulawarman2

Berisi :
Simpulan dan Rekomendasi
Konsep kemandirian, kompetensi inti kekeluargaan dan sinergi produktif-intermediasiretailmerupakan substansi pengembangan koperasi sesuai realitas masyarakat Indonesiayang unik. Meskipun perkembangannya saat ini banyak tereduksi intervensi kebijakan
dan subordinasi usaha besar. Diperlukan kebijakan, regulasi, supporting movement
(bukannya intervention movement), dan strategic positioning (bukannya sub-ordinat
positioning) berkenaan menumbuhkan kembali konsep kemandirian, kekeluargaan dan
sinergi produktif-intermediasi-retail yang komprehensif. Paling penting adalah
menyeimbangkan kepentingan pemberdayaan ekononomi koperasi berbasis pada sinergi
produktif-intermediasi-retail sesuai Ekonomi Natural model Hatta. Sinergi produktifintermediasi-
retail harus dijalankan dalam koridor kompetensi inti kekeluargaan. Artinya,
pengembangan keunggulan perusahaan berkenaan inovasi teknologi dan produk harus
dilandasi pada prinsip kekeluargaan. Individualitas anggota koperasi diperlukan tetapi,
soliditas organisasi hanya bisa dijalankan ketika interaksi kekeluargaan dikedepankan.
Agenda mendesak. Pertama, menemukan bentuk konkrit kompetensi inti
kekeluargaan. Sebagai komparasi mungkin diperlukan parameter usulan Prahalad dan
Hamel (1990)18 untuk mengidentifikasi kompetensi inti kekeluargaan versi koperasi.
18 Tiga parameter untuk mengidentifikasi kompetensi inti perusahaan adalah sebagai berikut: (1) apakah
kompetensi inti memberikan akses potensial kepada berbagai macam pasar?; (2) apakah kompetensi inti
dapat memberikan kontribusi signifikan pada manfaat yang diterima pelanggan? (3) apakah kompetensi inti
yang dimiliki perusahaan membuat pesaing mengalami kesulitan untuk meniru? Kompetensi inti memang berasal dari sumber daya dan kemampuan organisasi, namun tidak semua sumber daya dan kemampuan merupakan kompetensi inti. Meskipun tidak menutup kemungkinan adanya perluasan (ekstensi) model tiga parameter tersebut. Kedua, diperlukan pemacu bentuk koperasi secara seimbang. Koperasi produktif perlu digalakkan, sehingga kualitas, enterpreneurship, kemandirian, jumlah dan keanggotaannya memiliki keseimbangan dengan bentuk koperasi lain, seperti koperasi fungsional, koperasi retail maupun jasa (intermediasi). Bagi koperasi produktif lama perlu kebijakan mendesak untuk pemberdayaan agar tidak terjadi deklinasi usaha. Perlu
juga menumbuhkan pengusaha-pengusaha baru koperasi di bidang produktif, seperti
pertambangan, energi, industri, otomotif, industri keperluan rumah tangga (sabun, sikat
gigi, pasta gigi, shampoo, dll), teknologi pertanian, dll.
Agenda menengah. Beberapa tahun ke depan perlu merancang pemberdayaan
koperasi yang lebih mandiri. Artinya, saatnya memikirkan lebih konkrit mekanisme yang
menyentuh langsung pada sektor riil. Beberapa hal dapat dilakukan, pertama,
menemukan formulasi mikro ekonomi untuk semua. Mekanisme gotong-royong bukan
hanya sebagai bentuk idealisme, tetapi perlu dielaborasi lebih jauh sebagai inti
pendekatan mikro yang berdampak pada ekonomi makro. Kedua, menemukan dari bawah
mekanisme berdagang, berinvestasi, produksi dan melakukan pemasaran bagi ekonomi
rakyat secara luas dan berkeadilan. Ketiga, mengembangkan akhlak bisnis ekonomi
rakyat berbasis kekeluargaan ala Indonesia. Keempat, menggali dan mengangkat kearifan
lokal dalam berekonomi. Konsekuensinya adalah menelusuri mekanisme manajemen,
administrasi dan keuangan/akuntansi ekonomi rakyat sesuai realitas Ke-Indonesia-an.
Kelima, mensinergikan mikro dan makro ekonomi atas dasar kepentingan ekonomi,
sosial, lingkungan untuk semua.
Agenda jangka panjang. Kenyataan program-program bersifat pembiayaan,
akses perbankan, aspek teknologi dan segala hal tersebut masih berkaitan dengan materi;
pemberdayaan, profesionalisme, pelatihan, kemitraan, pasar bersama dan lain sebagainya
masih berkaitan dengan anthropocentric oriented. Demikian pula perjuangan ekonomi
kerakyatan berbasis sosial, berbasis masyarakat Indonesia, perluasan bentuk demokrasi
ekonomi semua juga tidak lepas dari nuansa sosialisme model baru yang juga tetap
berpola materialism and anthropocentric oriented. Atau lebih jauh dari itu semua, apakah prioritas pemberdayaan dan penguatan ekonomi rakyat bukan hanya “materialism and anthropocentric oriented”? Bila kita angkat pada hal yang lebih normatif, bentuk pemberdayaan terbatas pada materialitas, kepentingan ego manusia, baik pribadi maupun kelompok mungkin tidak layak lagi dikumandangkan. Pemberdayaan holistik baik materialitas, egoisme diri, sosial harus dikembangkan dan diperluas lebih jauh. Bahkan harusnya juga melampaui itu semua
(Mulawarman 2007).
Ditegaskan Mulawarman (2007) bahwa Pasal 33 UUD 1945 tidak dapat dibaca
hanya sebagai salah satu penggalan kepentingan ekonomi masyarakat Indonesia.
Kemakmuran ekonomi masyarakat bukan hanya perwujudan pasal 33 UUD 1945. Pasal
33 hanyalah salah satu bagian dari seluruh kehendak rakyat Indonesia yang holistik yaitu
menginginkan kesejahteraan sosial, ekonomi, politik, budaya, lahir dan batin, serta
mewujudkan harkat martabat manusia berke-Tuhan-an. Keluar dari Materialisme
Ekonomi versi Amerika juga seharusnya tidak serta merta menyetujui antitesisnya seperti
Marxisme, atau yang lebih “soft” misalnya gerakan Materialisme Sosialis maupun
Sosialisme Baru. Menjadi benarlah pesan HOS Tjokroaminoto: “keluar dari kapitalisme
menuju sosialisme tidaklah berguna, karena keduanya masih menuhankan benda.
Ekonomi yang benar adalah ekonomi untuk rakyat, ekonomi berorientasi kebersamaan,
bermoral, memiliki tanggung jawab sosial dan paling penting tanggungjawab pada
Tuhan.” Tetapi, religiusitas ekonomi rakyat bukanlah religiusitas gaya spiritual company
yang menggunakan spiritualitas untuk kepentingan keuntungan ekonomi atau apapunlah.
Ekonomi rakyat haruslah utuh dan kokoh bersandar pada kepentingan jangka panjang,
Jalan Tuhan. Insya Allah.



DAFTAR PUSTAKA

Arif, Sritua. 1995. Dialektika Hubungan Ekonomi Indonesia dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. KELOLA. No. 10/IV. hal 29-42.
Bourdieu, Pieree. 1977. Outline of A Theory of Practice. Cambridge University Press.
Bourdieu, Pierre. 1989. Distinction: A Social Critique of the Judgement of Taste. Cambridge-
MA: Harvard University Press.
Bourdieu, Pierre, Loic JD. Wacquant. 1992. An Invitation to Reflective Sociology. The University of Chicago Press.
Capra, Fritjof. 2003. The Hidden Connections: A Science for Sustainable Living. Flamingo.
Dekopin. 2006. Program Aksi Dekopin. Jakarta. Hamel, G. and Prahalad, C. K. 1989, Strategic Intent. Harvard Business Rewiew, Vol. 67, No. 3.
Hamel, G. and Prahalad, C. K. 1994. Competing for the Future. Harvard Business
School Press
Hatta, Mohammad. 1947. Penundjuk Bagi Rakjat Dalam Hal Ekonomi: Teori dan Praktek.
Penerbit Kebangsaan Pustaka Rakjat. Jakarta.
Ismangil, W. Priono. 2006. Menumbuhkan Kewirausahaan Koperasi Melalui Pengembangan Unit Usaha yang Fleksibel dan Independen. Infokop. 29-XXII. Hal 72-76.
Jauhari, Hasan. 2006. Mewujudkan 70.000 Koperasi Berkualitas. Infokop. No 28-XXII. Hal.1-9.
Masngudi. 1990. Penelitian tentang Sejarah Perkembangan Koperasi di Indonesia. Badan
Penelitian Pengembangan Koperasi. Departemen Koperasi. Jakarta.
Mubyarto. 2002. Ekonomi Kerakyatan dalam era globalisasi. Jurnal Ekonomi Rakyat. Tahun I No. 7. September.
Mubyarto. 2003.Dari Ilmu Berkompetisi ke Ilmu Berkoperasi. Jurnal Ekonomi Rakyat. Th. II. No. 4. Juli.
Mulawarman. 2006. Menyibak Akuntansi Syari’ah. Penerbit Kreasi Wacana. Yogyakarta.
Mulawarman. 2007. Melampaui Pilihan Keberpihakan: Pada UMKM atau Ekonomi Rakyat?
Makalah Seminar Regional Tinjauan Kritis RUU Usaha Mikro, Kecil dan Menengah,
oleh Puskopsyah BMT Wonosobo, tanggal 28 Agustus 2007.
Nugroho, Heru. 2001. Negara, Pasar dan Keadilan Sosial. Pustaka Pelajar. Jogjakarta.
Prahalad, CK. And Gary Hamel. 1990. The Core Competence of the Corporation. Harvard
Business Review. May-June. pp 1-12.
Ritzer, G. 2003. Teori Sosial Postmodern. Terjemahan. Kreasi Wacana-Juxtapose. Yogyakarta.
Sarman, Rohmat. 2007. Ekonomi Kerakyatan: Introspeksi eksistensi pembangunan ekonomi?
download internet 23 Agustus.
Shutt, Harry. 2005. Runtuhnya Kapitalisme. Terjemahan. Teraju. Jakarta.
Soetrisno, Noer. 2002. Koperasi Indonesia: Potret dan Tantangan. Jurnal Ekonomi Rakyat. Th II No. 5 Agustus.
Soetrisno, Noer. 2003. Pasang Surut Perkembangan Koperasi di Dunia dan Indonesia. Jurnal
Ekonomi Rakyat.
Stiglitz, Joseph E.. 2006. Dekade Keserakahan : Era 90’an dan Awal Mula Petaka Ekonomi
Dunia. Terjemahan. Penerbit Marjin Kiri. Tangerang.
Sularso. 2006. Membangun Koperasi Berkualitas: Pendekatan Substansial. Infokop Nomor 28-XXII. Hal 10-18.
Takwin, Bagus. 2005. Proyek Intelektual Pierre Bourdieu: Melacak Asal-usul Masyarakat,
Melampaui Opisisi Biner dalam Ilmu Sosial. Kata Pengantar dalam (Habitus x Modal) +
Field = Praktik: Pengantar Paling Komprehensif kepada Pemikiran Pierre Bourdieu.
Terjemahan. Jalasutra. Jogjakarta.
Tambunan, Tulus. 2007. Prospek Koperasi Pengusaha dan Petani di Indonesia Dalam Tekanan
Globalisasi dan Liberalisasi Perdagangan Dunia. Hasil Penelitian. Kerjasama Kadin
Indonesia dan Pusat Studi Industri & UKM Universitas Trisakti. Jakarta.
Tjokroaminoto, HOS. 1950. Islam dan Socialism. Bulan Bintang. Jakarta.
Wainwright, Steven P. 2000. For Bourdieu in Realist Social Science. Cambridge Realist
Workshop 10th Anniversary Reunion Conference. Cambridge, May.

Nama / NPM   : Sarina Nurcahaya / 28211249
Kelas / Tahun  : 2EB09 / 2009



Tidak ada komentar:

Posting Komentar