Senin, 06 Mei 2013

Tulisan 1 Absract,Pendahuluan,Realitas Lembaga Peradilan Indonesia dalam Penyelesaian Sengketa



Tulisan 1           
Absract,Pendahuluan,Realitas Lembaga Peradilan Indonesia dalam Penyelesaian Sengketa


Review :
Memberdayakan Peran Badan
Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS) dalam Penyelesaian
Sengketa Ekonomi Syariah di Luar
Pengadilan

Vol. I, No. 2, Desember 2007

Oleh :
Sufriadi
Berisi :
Abstact

Naturally , in community will have been conflict at the time. Especially for the development of the life.Such as in money transaction (economy ) that have to need vetical development.In Indonesia, the development of syariah economy is growing up in golden era,while the condition of basyarnas ( Badan Arbitrase Syariah Nasional ) which is one medium in legal action solving of non-litigation syaria economy – is declining. Its ineffective working  is shown at the starting of syaria economy till growing up.This paper discribes the development of  syaria economy and its rationalization needs with Basyarnas as alternative in legal action solving effecttively for syaria economy practitioner.The one of solutions is a revision of Basyarna Regulations.

Keywords : Basyarnas , Penyelesaian Sengketa , Ekonomi Syariah






Pendahuluan

Kehadiran sistem perekonomian syariah Indonesia dalam kurun waktu dua
dasawarsa terakhir berkembang sangat pesat. Hal tersebut terlihat bukan hanya dalam lingkungan perbankan saja, melainkan juga tumbuh dalam berbagai bidang bisnis yang lain, seperti asuransi syariah, pegadaian syariah, pasar modal syariah, dan yang lain. Dengan penunjukkan data-data dari banyak sumber tentang perkembangan ekonomi syariah, sehingga mengukuhkan pendapat banyak kalangan, terutama akademisi dan ekonom muslim, bahwa saat ini tidak ada  Masiswa Program Dual Degree Jurusan Syariah FIAI dengan Jurusan Ilmu
Hukum FH UII. Saat ini aktif di Lembaga Pers Mahasiswa Pilar Demokrasi Fakultas Ilmu Agama Islam UII; dan Ikatan Mahasiswa dan Keluarga Aceh Tenggara (IKAMARA) Yogyakarta alasan untuk menolak penerapan sistem ekonomi syariah, khususnya Indonesia.Data lain mengenai efektivitas penerapan sistem ini dalam mengentaskan permasalahan-permasalahan ketimpangan di masyarakat juga menunjukkan hasil yang tidak dapat dikatakan menyedihkan. Salah satu wacana yang saat ini kerap didengungkan bahwa perkembangan ekonomi syariah adalah pengentas berbagai persoalan sosial seperti kemiskinan dan pengangguran. Sejatinya, hal semacam ini didukung oleh semua pihak dengan ikut berpartisipasi memperbaiki implementasi sistem ekonomi syariah dapat lebih berkembang.
Seiring dengan berkembangnya sistem perekonomian syariah dan diikuti dengan munculnya banyak perusahaan bisnis yang memproklamirkan diri menggunakan sistem syariah, maka berbagai konsekuensi natural pasti akan mengekor di belakang. Karena apapun ceritanya, ekonomi syariah juga masuk dalam kategori dunia bisnis, dimana pelaku bisnis satu akan betul-betul dihadapkan dengan persaingan seketat-ketatnya dengan pebisnis lain untuk meraih konsumen dan keuntungan. Pendek kata, dunia bisnis yang merupakan
salah satu elemen yang berperan penting dalam pengembangan bangsa, selain pula menjadi dunia empuk bagi setiap orang mencapai finansial ( penghasilan )  lebih, tentu mendapat tantangan sangat terasa dibanding bidang lain. Oleh karena itu. pelaku bisnis selalu dituntut memantau dan memberi pertimbangan lebih dalam menjaga reputasi dan kredibilitasnya di depan konsumen dan khalayak masyarakat. Karena di balik semua itu, tantangan industri perbisnisan juga pasti dihadapkan dengan berbagai persoalan substansi terkait dengan berbagai resiko, seperti kehilangan reputasi akibat sengketa dengan konsumen yang tidak diselesaikan dengan cara terbaik dan up to date.
 Terkait hal ini, Suyud Margono menyatakan bahwa dengan maraknya kegiatan bisnis (termasuk ekonomi syariah, pen), tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa (dispute/difference) antara pihak yang terlibat, baik antarapelaku bisnis (perusahaan) satu dengan pelaku bisnis (perusahaan) yang lain, atau pelaku bisnis (perusahaan) dengan konsumennya.2 Untuk menjawab persoalan mendasar ini, para pelaku bisnis dan para pakar harus mencari model penyelesaian sengketa yang efektif dan efisien untuk menghadapi kegiatan bisnis  yang free market and free competition. Dengan kata lain, harus ada satu lembaga
1 Mengenai perkembangan ekonomi syariah, baca dalam Nur Kholis (2006),
Penegakan Syariah Islam di Indonesia (Perspektif Ekonomi), dalam Jurnal Hukum Islam Al Mawarid, Edisi : XVI, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia,Yogyakarta, hal: 169-175. Adapun data lengkap tentang perkembangan ekonomi syariah dalam angka, lihat Dadang Muljawan (2007), Islamic Financial Engineering; A Regulatory Perspective, Slide yang disampaikan pada International Seminar on Islamic Financial Engineering 9-10 January, Yogyakarta, Indonesia. Atau lihat dalam http: // www.bi.go.id
2 Suyud Margono (2004), Alternative Dispute Resulotion (ADR) dan Arbitrase,
(Bogor: Ghalia Indonesia), hal: Kata Pengantar khusus yang betul-betul dapat diterima dunia bisnis tertentu dan memiliki sistem
penyelesaian sengketa dengan mudah, cepat dan biaya murah (quick and lower  in time and money to the parties), serta (yang lebih penting) mampu menjaga reputasi pelaku bisnis itu.





 Realitas Lembaga Peradilan Indonesia dalam Penyelesaian
Sengketa
Cara penyelesaian konflik ( sengketa ) antar individu masyarakat ( baca: perkara perdata) selama ini, cenderung lebih banyak dilakukan melalui jalur konvensional, yaitu penyelesaian perkara melalui jalur litigasi (pengadilan). Secara teoritis, lembaga peradilan diyakini dapat menunjukkan peran terbaiknya sebagai penekan berbagai pelanggaran hukum oleh elemen apa saja di sebuah negara, dan tempat akhir pencarian keadilan bagi pihak yang berperkara. Walaupun dalam perjalanannya dirasakan bahwa penyelesaian konflik melalui jalur ini  kerap menimbulkan kesan kurang baik bagi para pihak. Dikatakan demikian, karena untuk mencapai keputusan final dari suatu lembaga pengadilan, para pihak bersengketa memang dituntut untuk benar-benar bertarung di dewan hakim, sehingga akan ditentukan siapa yang menjadi pemenang ‘pertandingan’. Adapun yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi atau dominan, umumnya (dengan berbagai faktor yang ada) cenderung dimenangkan.              Selain itu, pengalaman pahit yang menimpa masyarakat hingga saat ini, mempertontonkan sistem peradilan yang tidak efektif (ineffective) dan tidak efisien (inefficient). Penyelesaian perkara memakan waktu puluhan tahun. Proses berteletele, yang dililit lingkaran hukum yang tidak berujung. Mulai dari banding, kasasi, dan peninjauan kembali. Setelah putusan berkekuatan hukum tetap, eksekusi dibenturkan lagi dengan upaya verzet dalam bentuk partai verzet dan derden . Memasuki gelanggang forum pengadilan, tak ubahnya verzet mengadu nasib di hutan belantara (adventure unto the unknown). Padahal, masyarakat pencari keadilan membutuhkan proses penyelesaian yang cepat yang tidak formalistis atau informal porocedure and can be put into motion quickly .3 Dengan demikian, asas yang seharusnya dilaksanakan dengan baik dan tertib (karena telah terumuskan dengan rapi dalam aturan formal) di setiap lembaga peradilan, tentu ternodai. Terlebih jika dikaitkan kembali dengan banyaknya konspirasi di pengadilan dan berbagai permasalahan lainnya yang memiliki potensi lebih, mengikuti. Akibatnya, kesan yang timbul dari lembaga peradilan tidak lagi sesuai dengan tujuan mulianya sebagai tempat pencari keadilan dengan dasar-dasar yang telah ditentukan.4
3 M. Yahya Harahap (1997), Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa,(Jakarta: Sinar Grafika), hlm.248.
4 Baca lebih lengkap dalam Sudikno Mertokusumo (1998), Hukum Acara Perdata
            Ketidakmampuan ini, pada akhirnya mengakumulasi berbagai kelemahan lembaga peradilan yang telah tersebar luas ke segala penjuru masyarakat nusantara. Saat ini, kita sudah tidak dapat memilah pengadilan mana yang lebih parah, karena fenomena seperti ini telah menyebar ke seluruh lingkungan pengadilan, termasuk Pengadilan Agama. Asas-asas yang seharusnya dijalankan dengan efektif ternyata tercoreng dengan realita yang ada. Penyelesaian sengketa berjalan lambat, biaya perkara yang mahal, putusan pengadilan yang membingungkan, kemampuan para hakim bercorak generalis, dan lainnya sebagainya. Akan terasa lebih miris lagi ketika persoalan mafia peradilan diungkapkan pula secara gamblang. demikian, lengkaplah sudah penyakit kronis lembaga peradilan yang belum juga sembuh hingga saat ini. Proses mencari keadilan di suatu lembaga peradilan memiliki masalah mulai dari proses awal, tengah, akhir hingga pasca berakhirnya proses pencarian keadilan itu.maka wajarlah jika sindiran seperti :lapor kambing,hilang sapi” begitu populer di telinga para aktivitas peradilan5 Dunia bisnis tentu tidak akan menerima model penyelesaian sengketa macam ini karena tidak sesuai dengan tuntutan perkembangannya, terlebih jika dibenturkan dengan popularitas dan reputrasi yang sedang digenggamnya sebagaimana telah disebutkan.
Jalur non litigasi (luar pengadilan) yang selanjutnya disebut sebagai jalur alternatif dalam penyelesaian suatu perkara (sengketa) tampak menjadi jawaban paling tepat dalam menyelesaikan persoalan yang ada sebagaimana telah disebutkan. Perbedaan karakter yang dimiliki oleh lembaga pengadilan dengan lembaga di luar pengadilan dalam menyelesaikan suatu perkara, menyebabkan hasil akhir yang dicapai pula bertolak belakang. Hasil akhir penyelesaian perkara Indonesia, (Yogyakarta: Liberty), hal: 36. Yahya Harahap menyatakan bahwa dalamkenyataan praktik berbicara, sampai saat ini manusia di negara manapun, belum mampu menciptakan dan mendesain sistem peradilan yang efektif dan efisien.karena  ternyata, mendesain pengadilan yang seperti itu, tidak gampang. Banyaknya aspek yang saling bertabrakan plus beragamnya kepentingan yang harus dilindungi, tampak menjadi faktor utamanya. Padahal di sisi lain, untuk memenuhi luaran yang menjadi pokok keberadaan peradilan itu, menuntut sebuah sistem yang mampu melindungi kepentingan-kepentingan para pihak, sehingga tidak boleh berat sebelah dan tidak pula
dibenarkan bentuk konspirasi sekecil apapun. M. Yahya Harahap(1997), Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan,(Jakarta: Sinar Grafika),hal:29 5 Wirawan, Menyelesaikan Perdata secara Singkat, dalam http: //www.pikiranrakyat. com/cetak. Diakses pada tanggal 10 Januari 2008. Kritik dan hujatan terhadap lembaga peradilan hingga saat ini belum juga reda melihat realita penyelesaian perkara di dalamnya. Namun, di tengah kritikan dan hujatan itu, tidak berarti lembaga peradilan sudah tidak dieperlukan lagi keberadaannya, terlebih jika dibenturkan dengan kehadiran penyelesaian sengketa jalur alternative yang pula telah berkembang. Kritikan dan hujatan seharusnya lebih ditanggapi positif sebagai masukan bagi pihak pengadilan. Djoko Retnadi dalam. diakses pada tanggal 10 januari 2008 (konflik) antar masyarakat melalui jalur ini dengan sebutan win win solution.6 Selain itu, metode penyelesaian perkara di luar pengadilan (non litigasi) ini pada dasarnya juga telah mengakomodir secara sempurna berbagai tujuan sebagaimana yang dimiliki lembaga peradilan dalam menyelesaikan perkara.7
 Konteksnya dalam bisnis islam (ekonomi syariah), terlepas dari rumusan fenomenal dengan menyatakan sengketa perekonomian syariah menjadi harus diselesaikan di Pengadilan Agama, penyelesaian sengketa jalur litigasi (Pengadilan Agama ) ini dipandang juga telah tercoreng dengan berbagai kenyataan “miring”  sebagaimana banyak terjadi di pengadilan lainnya. Hal ini akan lebih meyakinkan, ketika dikaitkan dengan kesiapan para hakim yang dipertanyakan dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah itu. Oleh karenanya, Majelis Ulama Indonesia (MUI), menanggapi dengan munculnya Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama, yang memasukkan ekonomi syariah sebagai salah satu kompetensi absolutnya, masih menjamin eksistensi Basyarnas sebagai penyelesai sengketa ekonomi syariah di luar pengadilan (non litigasi), meskipun masalah lain muncul pula mengikuti penerbitannya.


 

Nama / NPM   : Sarina Nurcahaya/ 28211249
Kelas / Tahun  : 2EB09 / 2010-2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar