Senin, 06 Mei 2013

Realita Kinerja Basyarnas dan Problematikannya,Urgensi Pengaturan Basyarnas dalam Tata Hukum Nasional,Penutup dan Daftar Pustaka






Tulisan 3
Realita Kinerja Basyarnas dan Problematikannya,Urgensi Pengaturan Basyarnas dalam Tata Hukum Nasional,Penutup dan Daftar Pustaka
 

Review :
Memberdayakan Peran Badan
Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS) dalam Penyelesaian
Sengketa Ekonomi Syariah di Luar
Pengadilan

Vol. I, No. 2, Desember 2007

Oleh :
Sufriadi
Berisi :
Realita Kinerja Basyarnas dan Problematikanya
            Jika dirujuk jauh ke belakang, munculnya lembaga arbitrase di dunia lebih identik dengan dua hal. Pertama, hanculnya idealitas lembaga peradilan sebagai penyelesaian sengketa (perkara) di masyarakat, terutama penguasaha. Berbagai dampak negatif kemudian sangat terasa bagi para pihak dalam penyelesaian perkara tersebut melalui lembaga peradilan. Padahal, lembaga peradilan sendiri pada dasarnya adalah tempat mengadu mereka yang merasa dirugikan dan
menuntut keadilan dari hak yang dirampas darinya. Hal ini menyebabkan munculnya keraguan masyarakat, khususnya para pelaku bisnis. Kedua, realitas perkara di pengadilan juga menunjukkan “ketidakmampuan” bekerja secara  maksimal karena menumpuknya perkara masuk dan tidak dapat terselesaikan dengan baik. Di samping itu, kompetensi yang dimiliki hakim yang tidak menguasai segala bidang secara mendalam juga menjadi masalah kronis hingga kini. Pertimbangan pertama tampak lebih menunjukkan bahwa keberadaan
lembaga peradilan adalah sebuah kebutuhan masyarakat sendiri. Sedangkan kedua mengisyaratkan bahwa arbitrase dalam segala bentuknya, adalah kebutuhan daripada lembaga peradilan.28
Selain mengharapkan penyelesaian sengketa dengan landasan syariah, hal diatas tampak menjadi pertimbangan lagis dalam pembentukan dan mempertahankan eksistensi Basyarnas sebagai penyelesai sengketa. Keberadaan Basyarnas saat ini (atau bahkan jauh sebelum ini) dan saat yang akan datang,
27 Baca ungkapan Hanawijaya dalam http: //www.hukumonline.com, diakses
tanggal 15 Januari 2008. Bandingkan Peri Umar Farouk, dalam http: //www.wikidot. com diakses tanggal 15 Januari 2008
28 Tidak mudah menciptakan suatu sistem penyelesaian sengketa yang diinginkan
dunia bisnis. Dunia bisnis menghendaki sistem yang tidak formal dan pemecahan masalah menuju masa depan. Paradigma sistem seperti ini sulit diatur dalam sistem litigasi (ordinary court) karena sistem litigasi bukan didesain untuk menyelesaikan masalahm melainkan lebih mengutamakan penyelesaian yang berlandaskan penegakan dan kepastian hukum. Bahkan, jika dilihat secara mendalam, penyelesaian sengketa yang lebih tepat untuk masyarakat indonesia adalah penyelesaian dengan jalur alternatif. Jalur alternatiflah yang metode penyelesaian yang sesuai dengan jiwa masyarakat indonesia. Baca lebih lanjut dalam Suyud Margono, log.cit, hal: 138-140. Sejauh ini, arbitrase adalah lembaga yang paling banyak digunakan oleh para pengusaha atau pebisnis. Bahkan sejarah awal munculnya pengadilan arbitrase juga untuk menyelesaikan sengketa para pengusaha. Rahmad Rosyadi dan Ngatino, log.cit, hal: 91 sangat di butuhkan aktifitas kerja dan efektivitas kinerjanya.Hal itu di sebabkan  karena keberlanjutan perkembangan ekonomi syariah ke depan tampaknya tidak dapat diragukan. Beberapa analisis ekonom dan pelaku bisnis menyatakan
keyakinannya terhadap keberlanjutan perekonomia syariah.
Namun, keberadaan Basyarnas di tengah-tengah masyarakat, realita justru mempertontonkan sebaliknya. Data menunjukkan bahwa dari awal berdirinya (2003) hingga sekarang (2007), baru dua sengketa perbankan syariah yang berhasil dituntaskan Basyarnas. Tiga sengketa lainnya sempat didaftarkan tetapi akhirnya tidak diproses lantaran kurang memenuhi persyaratan. Sementara BAMUI, dari 1993 hingga 2003 tercatat menyelesaikan 12 sengketa perbankan syariah. Dengan
demikian, Basyarnas plus BAMUI baru menyelesaikan 14 sengketa perbankan syariah.29 Terlepas dari berbagai asumsi, hipotesis, atau prasangka baik terhadap keberadaan basyarnas dan perilaku islami30 yang diterapkan semua pihak dalam bertransaksi ekonomi islam, sejak kelahiran Basyarnas hingga kini, berbagai problem terlihat masih “betah” menghuni tubuh Basyarnas. Salah satu problem  substantif dan urgen dipecahkan adalah mengenai regulasi penyelesaia sengketa melalui Basyarnas.
Sampai saat ini, aturan yang dijalankan Basyarnas, baik secara konseptual dan implementasi, sepenuhnya masih merujuk kepada UU Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Undang-undang ini adalah pokok penerapan semua lembaga arbitrase di indonesia. Hanya, perumusan aturan ini sesungguhnya dominan dilatarbelakangi perkembangan bisnis (ekonomi) konvensional yang banyak menimbulkan sengketa. Dengan demikian, muatan-muatan yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi syariah, khususnya Basyarnas sebagai penyelesai sengketa terlihat tidak begitu diakomodir. Akibatnya, terdapat berbagai persolan muncul, yang paling heboh adalah kewajiban Basyarnas mendaftarkan putusan arbitrase ke pengadilan negeri.31 Sejak awal, dipahami bahwa landasan yang digunakan ekonomi syariah dan konvensional memiliki perbedaan yang substansi, sehingga penyelesaian sengketa antara keduanya juga memiliki perbedaan. Dengan demikian, Pengadilan Negeri yang populer
(dalam perkara perdata) menangani ekonomi konvensional sejatinya tidak dapat memproses sengketa ekonomi syariah yang memiliki perbedaan prinsip dengan ekonomi konvensional. Sementara itu, Pengadilan Agama yang diasumsikan lebih tepat menangani persolan ini, secara normatif, tidak berhak menanganinya
29 http: //www.hukumonline.com diakses tanggal 15 Januari 2008
30 Dalam sebuah wawancara, Ketua Basyarnas, Yudo Pramono, menghimbau agar berbaiksangka dalam menanggapi realita sedikitnya sengketa yang masuk ke Basyarnas. Dia menyatakan: “Melihat sedikitnya sengketa yang masuk Basyarnas kita punya prasangka baik atau asumsi bahwa sengketa itu sedikit di perbankan syariah oleh karena ada mekanisme internal sendiri disamping barangkali kesadaran masing-masing pihak untuk melaksanakan syariah”.Baca dalam http: //www.pmii-ciputat.org
31 Lihat dalam pasal 59 UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa karena tidak masuk dalam kompetensi absolutnya. Suasana dilematis ini terus berlangsung dalam lingkaran perasaan canggung bagi pihak Basyarnas, hanya saja tidak diekspos berlebihan dengan banyak pertimbangan.
Adapun sekarang, ketika UU Pengadilan Agama tahun 2006 diterbitkan, tidak tuntas menyelesaikan problem lama Basyarnas, sebaliknya cenderung menimbulkan polemik baru dalam pengaturan operasional Basyarnas.32 Perdebatan para pakar hukum tidak dapat terelakkan. Bahkan yang menjadi “target” pembicaraan tidak hanya posisi Basyarnas sendiri,melainkan UU itu  yang dinilai berbenturan dengan UU Arbitrase dan APS.
Dalam kondisi seperti ini, keterpurukan Basyarnas jelas akan lebih menjadijadi, setidaknya, perkara yang masuk ke meja Basyarnas akan jauh berkurang. Karena problem tidak hanya terjadi di wilayah akademis, tapi juga akan merambah ke ranah bisnis. Polemik semacam ini akan menjadi pertimbangan serius bagi pebisnis untuk menyelesaikan sengketanya di Basyarnas. Keragu-raguan akan
muncul dan pada akhirnya akan mengakumulasi keyakinan pebisnis itu untuk memandang sebelah mata terhadap Basyarnas dalam menyelesaikan sengketanya. Maka, di sini kemudian letak perlunya kejelasan regulasi bagi Basyarnas sebagai lembaga arbitrase penyelesai sengketa ekonomi syariah.




VI. Urgensi Pengaturan Basyarnas dalam Tata Hukum
Nasional

Berbagai studi tentang hubungan hukum dan pembangunan ekonomi
menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi tidak akan berhasil tanpa
pembaharuan hukum. Memperkuat institusi-institusi hukum adalah precondition for economic change, crucial to the viability of new political system, dan an agent
of social change.33
Agar hukum dapat berperan dalam pembangunan ekonomi nasional maka hukum di Indonesia harus memenuhi lima kualitas, yaitu; kepastian (predictability); stabilitas (stability); keadilan (fairness); pendidikan (education); dan kemampuan SDM di bidang hukum (special abilities of the lawyer).34 Kelima
32 Pasal 49 adalah pokok munculnya persoalan. Dalam uu tersebut, penambahan kompetensi absolut PA dengan penyelesaian sengketa ekonomi syariah ditanggapi banyak pakar. Sebagian menyatakan bahwa pasal ini tidak dapat berlaku karena bertentangan dengan UU Arbitrase dan APS, dan sebagian lain menyatakan bahwa UU PA tahun 2006 adalah aturan khusus (lex spesialis) dari aturan sebelumnya (lex generalis). Yang lebih parah, terdapat anggapan yang menyatkan bahwa dengan terbitnya UU ini, maka
praktis peran Basyarnas dapat dikatakan betul-betul pudar, karena telah digantikan oleh PA.
33 Agustianto, Politik Hukum Ekonomi Syariah, baca dalam http: //www.
karimconsulting.com diakses tanggal 15 Januari 2008
34 Penjelasan lebih lengkap, baca dalam Agustiano, Ibid fungsi regulasi ini merupakan modal dalam membuat aturan hukum yang efektif
dalam membangun objek yang diatur.
Sejauh ini, paska penerbitan dan perdebatan mengenai materi UU PA tahun 2006, pembicaraan seputar Basyarnas terlihat mengarah pada tuntutan pengaturan ulang Basyarnas.35 Dari sisi hukum, ini adalah tuntutan yang tepat untuk terus dilakukan. Mempertimbangkan fenomena yang terjadi, sejauh ini, pengaturan tentang “keberadaan”  lembaga arbitrase sebagai penyelesaian sengketa telah memiliki regulasi yang jelas dan kuat. Namun, khusus Basyarnas, ini tidak
cukup. Aturan-aturan yang telah ada justeru harus ditinjau ulang dan diperbaiki sesuai dengan tuntutan terhadap Basyarnas ke depan. Karena dengan pengaturan demikianlah, tanggung jawab Basyarnas sebagai sebuah lembaga yang dapat menyelesaikan sengketa ekonomi syariah, dapat tergambar dengan jelas dan dapat terwujud sebagaimana diharapkan.





VII. Penutup

Selama ini, ketidakefektifan kinerja Basyarnas disebabkan banyak hal. Selain faktor internal seperti stok dana operasional yang sangat minim, pengurus Basyarnas yang kurang intens, dan lain sebagainya, ketidakefektifan itu juga sangat dipengaruhi oleh aturan yang tidak memihak kepada Basyarnas. Pengaturan terhadap Basyarnas harus digagas dan diterbitkan ulang oleh yang memiliki wewenang.
Perjuangan terhadap penerapan syariah ala indonesia ke depan harus dilakukan secara menyeluruh. Sejarah membuktikan bahwa penerapan suatu lembaga dalam skala nasional tidak akan berkembang sebagaimana harapan jika tidak didorong dengan regulasi. Basyarnas adalah salah satu perangkat yang seharusnya berperan banyak dalam mendukung perkembangan ekonomi syariah indonesia. Tantangan ekonomi syariah ke depan lebih besar, sehingga semuan langkah konstruktif dan antisipatif harus digagas dan dilakukan sejak dini. Wallahu a’lam bi kulli umur.



DAFTAR PUSTAKA

Abdul Azis Dahlan, et.al, (2001), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid II, Jakarta: PT Ichtiar Baru can Hoeve.

35 MA kini mulai menggodok Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES). Dalam penggodakan itu, MA sepatutnya memperhatikan persoalan ini dengan serius. Melalui KHES nantinya harus benar-benar menegaskan bagaimana idealnya penyelesaian sengketa yang timbul dalam praktik ekonomi syariah. Selain itu, MA juga tentunya tidak boleh memandang sebelah mata fatwa-fatwa yang dihasilkan DSN. Pun, MA tak patut mengabaikan pasal 49 UU No. 3 tahun 2006. http: //www.hukumonline.com diakses tanggal 15 Januari 2008
Abdulkadir Muhammad (1993), Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Abdul Qodir Audah (2000), At Tasyri’ al jinai al Islam Muqoeonan bil Qonunil   Wad’i, Juz Pertama, Beirut: Muassash ar Risalah.
Adib Bisri dan Munawwir A Fatah (1999), Kamus Indonesia-Arab, Arab Indonesia, Surabaya: Pustka Progresif.
Fathurrahman (1977), Hadist-Hadist Tentang Peradilan Agama, Jakarta: Bulan Bintang.
Gatot Soemartono (2006), Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ibnu Hajar Astqolani (1994), Bulughul Maram dan Terjemahnya (alih bahasa: Masdar Helmy), Bandung: Gema Risalah Press.
M. Husein dan A. Supriyani dalam Joni Emirzon (2001), Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan: Negosiasi, Mediasi, Konsilisasi dan Arbitrase, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
M. Yahya Harahap (1997), Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa,Jakarta:Sinar Grafika.
________________ (1997), Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Jakarta:Sinar Grafika.
Nur Kholis (2006), Penegakan Syariah Islam di Indonesia (Perspektif Ekonomi),Jurnal Hukum Islam Al Mawarid,Edisi:XVI,Fakultas Ilmu Agama Islam,UUI:Yogyakarta.
Rahmadi Usman (2003), Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Rahmat Rosyadi dan Ngatino (2002), Arbitrase dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Suyud Margono (2004), Alternative Dispute Resulotion (ADR) dan Arbitrase, Bogor: Ghalia Indonesia.
Sudikno Mertokusumo (1998), Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty.
Suhrawardi K. Lubis (2000), Hukum Ekonomi Islam, Jakarta:Sinar Grafika.
Subekti (1981), Arbitrase Perdagangan, Bandung: Penerbit Binacipta.
Sudikno Mertokusumo (1999), Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembianaan dan Pengembangan Bahasa (1990),
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka).
Dadang Muljawan (2007), Islamic Financial Engineering; A Regulatory Perspective, Slide yang disampaikan pada International Seminar on Islamic Financial Engineering 9-10 January, Yogyakarta, Indonesia
Agustianto, Politik Hukum Ekonomi Syariah, dalam http: //www.karimconsulting. com diakses tanggal 15 Januari 2008.
Al Mufid,Kamus Arab Indonesia, Indoensia Arab, tt. CD.
Djoko Retnadi dalam http://www.iei.or.id/publicationfiles/pdf. diakses pada tanggal 10 Januari 2008.
http: //www.bi.go.id diakses tanggal 25 Desember 2007.
http: //www.pmii-ciputat.org diakses tanggal 15 Januari 2008.
http: //www.hukumonline.com diakses tanggal 15 Januari 2008.
Peri Umar Farouk, Kelembagaan, Operasional & Pengembangan Produk Bank Syariah: Perspektif Hukum Positif, dalam http: //www.wikidot.com diakses tanggal 15 Januari 2008.
Wirawan, Menyelesaikan Perdata secara Singkat, dalam http: //www.pikiran-rakyat. com/cetak. Diakses pada tanggal 10 Januari 2008



Nama / NPM   : Sarina Nurcahaya/ 28211249
Kelas / Tahun  : 2EB09 / 2010-2011



Tidak ada komentar:

Posting Komentar